Sabtu, 05 Juni 2010

2. Pembahasan
A. Pengendalian Musuh Alami
Predator adalah sebutan bagi serangga yang menjadikan serangga yang termasuk dalam kategori hama sebagai mangsanya. Dalam hal ini, predator disebut sebagai musuh alami bagi serangga hama. Serangga predator biasanya memangsa serangga hama yang lebih kecil ukurannya atau lebih lemah dari dirinya sendiri. Untuk sekali makan, dan memangsa satu atau lebih serangga, biasanya serangganya aktif dan kuat, hidup terpisah dari mangsa mereka dan seringkali mencari serangga ke tempat berbeda untuk waktu makan yang berbeda.
Penggunaan predator sebagai agen hayati pengendalian hama tanaman memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan cara pengendalian lainnya karena aman, permanen dan ekonomis. Keamanan dari pemanfaatan predator merupakan faktor penting, sebab banyak musuh alami bersifat spesifik (khusus) terhadap mangsa tertentu. Oleh sebab itu tidak mungkin spesies bukan sasaran akan dipengaruhi oleh predator, seperti pada penggunaan pestisida yang berspektrum luas. (Anonima, 2009).
Penggunaan predator juga relatif permanen, karena hampir tidak mungkin predator melakukan eradikasi suatu spesies terutama mangsa. Predator akan berhenti memangsa hama ketika mereka telah merasa kenyang. Ketepatan pemberian musuh alami di lapangan memberikan efisiensi dala jangka pandang. Sekali saja suatu predator nyaman dengan tempat tinggalnya tersebut, dalam hal ini berarti lahan pertanian, maka dalam jangka waktu yan relatif lama predator akan mampu mengendalikan populasi dari serangga hama yang menjadi mangsanya pada areal tersebut. Hal tersebut tentu sangat menguntungkan bagi petani dari segi ekonomi.
Namun disamping segala kelebihan yang diberikan predator, teradpat pula sedikit kelemahan yang dimiliki dari aplikasi pengedalian dengan musuh alami ini. Kelemahan kecil pemanfaatan predator antara lain perlunya waktu cukup lama untuk mendapatkan predator yang efektif sebagai agen hayati pengendalian hama tanaman. Pengendalian hayati menggunakan predator membutuhkan penelitian yang kompleks dan melibatkan kaitan antara pemangsa, mangsa (hama) dan tanaman inang dari mangsa.
Capung (Neurothemis sp.)merupakan salah satu contoh serangga predator dari ordo Odonata. Ciri morfologis capung yakni memiliki dua pasang sayap transparan berwarna kuning kecoklatan dan warna tubuhnya coklat. Stadium capung yang aktif menjadi predator yakni pada waktu imago. Capung biasanya hidup di daerah rawa-rawa dan kolam. Hama sasaran yang dapat diserang oleh predator ini adalah kutu Aphis sp., wereng dan penggerek padi.
Kumbang buas coccinelidae memiliki 2 pasang sayap dan tubuh oval dan pendek sehingga mampu bergerak lincah. Aktif sebagai predator pada stadia larva dan imago. Ciri morfologis dari kumbang ini antara lain memilik bentuk bulat setengah bola, bagian abdomen datar, Kepala berukuran kecil yang sebagian ditarik dalam thorax atau tertutup dibawah bagian pronotum. Sayapnya berupa eliptra yang menutupi seluruh tubuhnya. Warnanya bermacam-macam dan biasanya mempunyai bercak-bercak (Pracaya, 1991).
Seangga predator hama berikutnya adalah Belalang sembah (Mantide). Belalang sembah memiliki ciri morfologis antara lain memiliki kaki depan yang bentuknya menyerupai orang menyembah. Tubuhnya kecil, memanjang, dan semakin lebar ke belakangnya. Dua pasang sayap serta tiga pasang kaki terdapat pada thorax. Pada segmen (ruas) pertama abdomen terdapat suatu membran alat pendengar yang disebut tympanum. Spiralukum yang merupakan alat pernafasan luar terdapat pada tiap-tiap segmen abdomen maupun thorax. Tipe mulut dari serangga ini adalah penggigit pengunyah (mandibulata) dengan bagian-bagiannya antara lain labrum, sepasang mandibula, sepasang maxilla dengan masing-masing terdapat palpus maxillarisnya, dan labium dengan palpus labialisnya.
Stadium aktif dalam peran predator hama adalah fase imago. Belalang ini merupakan golongan kelas insecta, ordo orthoptera dan familia mantidae. Hama sasaran yang diserang belalang ini adalah wereng dan kutu. Belalang dapat memakan lalat buah, kutu-kutuan, dan wereng coklat (Pracaya, 1991).
Lycosa pseudoannulata (laba-laba buas) merupakan anggota ordo Arachinida. Secara morfologis, memiliki dua bagian tubuh yakni bagian cepalothorax dan bagian abdominal. Memiliki 4 pasang kaki pada bagian cepalothorax. Serangga hama yang menjadi mangsanya antaar lain wereng coklat dan Aphis sp. Lycosa pseudoannulata menjadi predator pada stadium imago.
Lycosa pseudoannulata tergolong dalam famili Lycosidae mempunyai ciri-ciri abdomennya berbentuk oval dan biasanya lebih besar daripada cepalothorax. Kaki panjang dan runcing. Warna tubuh hijau kehitaman. Punggung coklat dengan rambut berwarna abu-abu, terdapat gambaran seperti garpu mulai dari mata sampai belakang. Pada abdomennya terdapat gambaran berwana putih. Untuk jenis jantannya, mempunyai palpus yang panjang (Subiyakto,1989).
Laba-laba buas ini bertindak sebagai predator pada serangga pengganggu tanaman, termasuk ngengat penggerek pada kegiatan fisiologi tanaman padi.. Sehingga dalam memangsa mangsanya, laba-laba ini melakukan penyerangan dengan langsung menangkap mangsanya.Predator ini dapat ditemukan pada pangkal tanaman, dan biasanya akan langsung memangsa serangga pengganggu sebelum berkembang dan menimbulkan kerusakan. Hal ini tentunya memberikan keuntungan terhadap petani.
Hydrophilidae merupakan serangga predator bagi serangga hama yang hidup di habitat air antara lain kutu dan serangga air. Ciri morfologis dari serangga ini antara lain memiliki kulit yang keras, berwarna hitam kelam, mempunyai dua pasang sayap yang terlindungi oleh lapisan luar yang keras. Termasuk dalam kelas insecta, ordo coleoptera, dan familia hydrophilidae. Menjadi predator pada stadium imago.
Serangga parasitoid adalah serangga yang sebelum dewasa berkembang pada tubuh inangnya yang dalam hal ini adalah serangga hama. Parasitoid hanya membutuhkan satu inang untuk tumbuh dan berkembang serta memiliki karakteristik pemangsa. Parasitoid disebut endoparasitoid jika perkembangannya di dalam rongga tubuh inang dan ektoparasitoid apabila perkembangannya di luar tubuh inang. Parasitoid yang membunuh atau yang melumpuhkan inang setelah meletakkan telur disebut idiobiont. Parasitoid yang tidak membunuh atau tidak melumpuhkan secara permanen setelah melakukan oviposisi disebut koinobiont.
Sebagian besar parasitoid ditemukan di dalam dua kelompok utama bangsa serangga, yaitu Hymenoptera (lebah, tawon, semut, dan lalat gergaji) dan bangsa Diptera (lalat beserta kerabatnya). Meskipun tidak banyak, parasitoid juga ditemukan pada bangsa Coleoptera, Lepidoptera, dan Neuroptera. Sebagian besar serangga parasitoid yang bermanfaat adalah dari jenis-jenis tawon atau lalat (Basukriadi, 2001).
Diadegma merupaka salah satu contoh dari serangga parasitoid yang memarasit tubuh plutella xylostella pada tanaman kubis-kubisan. Mekanisme penyerangan yang dilakukan adalah meletakkan telur-telurnya pada telur plutella xylostellakemudian setelah menetas akan menyerang plutella xylostella muda sehingga populasi hama tersebut dapat terkontrol.
Trichogramma merupakan golongan kelas insecta, ordo hymenoptera dan familia trichogrammanidae. Mempunyai ciri morfologis antara lain ukuran tubuh sangat kecil yang terdiri dari kepala, thorax dan abdomen, mempunyai sayap dan tiga pasang kaki. Mekanisme penyerangan hampir sama dengan Diadegma yaitu meletakkan telur di dalam telur penggerek batang sehingga telur dari penggerek batang tersebut tidak dapat berkembang dengan baik dan pada akhirnya mati.
B. Pengenalan Pestisida
Pestisida berasal dari kata pest dan sida. Pest berarti hama secara luas dan sida berasal dari kata ceado yang artinya membunuh. Secara umum pestisida berarti pembunuh hama. Dengan demikian pestisida adalah semua zat yang digunakan untuk mengendalikan hama dalam arti luas (Sastrohidayat, 1987).
Bila dilihat dari jenis jasad pengganggu, pestisida digolongkan menjadi :
1. Insektisida, adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa mematikan berbagai jenis serangga.
2. Herbisida, adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan digunakan untuk mematikan gulma.
3. Fungisida, adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi.
4. Akarisida, adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan digunakan untuk mematikan tungau.
5. Rodentisida, adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat.
6. Nemastisida, adalah bahan yang mengandung senyawa beracun dan digunakan untuk mematikan nematoda yang merusak tanaman. (Suhardi, 1983).
Pestisida adalah semua zat atau campuran zat khusus untuk memberantas atau mencegah gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, dan jenis-jenis jasad renik yang dianggap sebagai hama. Berdasarkan jenisnya, pertisida dibagi menjadi dua jenis, yaitu pestisida sistamik dan pestisida kontak. Pestisida sistemik yaitu yang diserap dan dialirkan keseluruh bagian tanaman sehingga akan menjadi racun bagi hama yang memakannya. Sedangkana pestisida kontak yaitu adalah pestisida yang reaksinya akan bekerja bila bersentuhan langsung dengan hama, baik ketika makan ataupun sedang berjalan.
Pestisida dalam bentuk teknis (technical grade) sebelum digunakan perlu diformulasikan dahulu. Formulasi pestisida merupakan pengolahan (processing) yang ditujukan untuk meningkatkan sifat-sifat yang berhubungan dengan keamanan, penyimpanan, penanganan (handling), penggunaan, dan keefektifan pestisida. Pestisida yang dijual telah diformulasikan sehingga untuk penggunaannya pemakai tinggal mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan dalam manual.
Terdapat berbagai macam formulasi dalam pestisida, di antaranya adalah EC (emulsible atau emulsifiable concentrates), yaitu larutan pekat pestisida yang diberi emulsifier (bahan pengemulsi) untuk memudahkan penyampurannya yaitu agar terjadi suspensi dari butiran-butiran kecil minyak dalam air. Suspensi minyak dalam air ini merupakan emulsi. Bahan pengemulsi adalah sejenis detergen (sabun) yang menyebabkan penyebaran butir-butir kecil minyak secara menyeluruh dalam air pengencer. Dalam pengamatan pada praktikum perlindungan tanaman, yang termasuk dalam pestisida EC adalah Score, Dursban 20 EC, dan Decis.
Granuler atau butiran yang umumnya merupakan pestisida siap pakai dengan konsetrasi rendah. Pestisida butiran digunakan dengan cara ditaburkan di lapangan. Setelah penaburan dapat diikuti dengan pegolahan tanah atau tidak. Jenis pestisida ini adalah Furadan 3G.
Formulasi WP merupakan formulasi klasik yang sampai saat ini masih banyak digunakan. WP adalah formulasi bentuk tepung yang bila dicampur air akan membentuk suspensi yang penggunaannya dengan cara disemprotkan. Dalam pengamatan pada praktikum perlindungan tanaman, yang termasuk dalam pestisida WP antara lain Agrimicin 15 WP, Dipel WP, Daconil,dan Mipcin.
Pestisida Soluble concentrate dibuat dari bahan aktif turunan garam dengan air. Bersifat cepat larut dan menyebar merata dalam air, sehingga tidak perlu diaduk terus menerus selama pemakaian. Tipe pestisida ini terdapat pada Derosol, Prodigy 100 SC, Antracol 200 SC dan Curacron.
Pemilihan bentu formulasi pestisida yang akan digunakan hendaknya disesuiakan dengan lahan atau bagian yang akan kita aplikasikan. Sebagai contoh apabila kita hendak mengaplikasikan pestisida langsung di areal lahan maka hendaknya menggunakan formulasi pestisida jenis EC ataupun SW. Sedangkan apabila aplikasi pestisida akan diterapkan pada benih maupun komoditas pasca panen maka hendanya menggunakan pestisida dengan formulasi yang lebih kecil seperti bentuk Dusty.
C. Uji Metyl Eugenol
Metyl Eugenol adalah suatu senyawa buatan yang digunakan untuk menangkap sebagai perangkap lalat buah jantan. Metyl Eugenol mengandung zat pheomone seperti yang dikeluarkan oleh lalat betina untuk menarik lawan jenisnya.
Penggunaan atraktan merupakan cara pengendalian hama lalat buah yang ramah lingkungan, karena baik komoditas yang dilindungi maupun lingkungannya tidak terkontaminasi oleh atraktan. Selain itu atraktan ini tidak membunuh serangga bukan sasaran (serangga berguna seperti lebah madu, serangga penyerbuk atau musuh alami hama), karena bersifat spesifik, yaitu hanya memerangkap hama lalat buah, sehingga tidak ada risiko atau dampak negatif dari penggunaannya. (Anonimb, 2009).
Atraktan nabati bersifat spesifik untuk hama lalat buah. Cara penggunaannya adalah dengan meneteskannya (sekitar 1 ml) pada gumpalan kapas yang terdapat di dalam botol perangkap. Botol perangkap dapat dibuat dari botol minuman air mineral dengan cara memotong ujungnya dan memasangkannya secara terbalik sehingga berbentuk corong. Di dasar botol tersebut diberi air untuk membunuh lalat yang masuk, yaitu dengan cara apabila sayap lalat menyentuh air, maka lalat akan lengket dan tenggelam. Penetesan atraktan diulang setiap 2-4 minggu, bergantung pada kondisi peletakan perangkap, semakin ternaungi sinar matahari semakin tahan lama dan sebaliknya semakin terbuka terhadap sinar matahari maka semakin cepat habisnya.
Metil eugenol dapat dihasilkan dari tanaman Melaleuca sp dan Ocimum sp. Atraktan dapat digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah dalam 3 cara, yaitu mendeteksi atau memonitor populasi lalat buah, menarik lalat buah untuk kemudian dibunuh dengan perangkap dan mengacaukan lalat buah dalam melakukan perkawinan, berkumpul ataupun tingkah laku makan.
D. Uji Antagonis Phatogen (Trichoderma, Spp vs Gleosperium)
Salah satu jasad antagonis adalah Trichoderma. Merupakan salah satu jamur tanah yang tersebar luas hampir dapat ditemui di lahan-lahan pertanian dan perkebunan. Trichoderma bersifat saprofit pada tanah, kayu, dan beberapa jenis bersifat parasit pada jamur lain. Trichoderma viride merupakan jenis yang paling banyak dijumpai diantara genusnya dan mempunyai kelimpahan yang tinggi pada tanah dan bahan yang mengalami dekomposisi.
Trichoderma adalah jamur penghuni tanah yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman lapangan. Biakan jamur Trichoderma dalam media aplikatif seperti dedak dapat diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, yaitu dapat mendekomposisi limbah organik (rontokan dedaunan dan ranting tua) menjadi kompos yang bermutu. Selain itu, Trichoderma dapat juga digunakan sebagai biofungisida, dimana Trichoderma mempunyai kemampuan untuk dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman antara lainRigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsii, dan sebagainya.
Jamur Fusarium sp. merupakan patogen tular tanah atau “soil-borne pathogen” yang termasuk parasit lemah. Jamur ini menular melalui tanah atau rimpang yang berasal dari tanaman jahe sakit, dan menginfeksi tanaman melalui luka pada rimpang. . Daur hidup Fusarium mengalami fase patogenesis dan saprogenesis. Pada fase patogenesis, jamur hidup sebagai parasit pada tanaman inang. Apabila tidak ada tanaman inang, patogen hidup di dalam tanah sebagai saprofit pada sisa tanaman dan masuk fase saprogenesis, yang dapat menjadi sumber inokulum untuk menimbulkan penyakit pada tanaman lain. Penyebaran propagul dapat terjadi melalui angin, air tanah, serta tanah terinfeksi dan terbawa oleh alat pertanian dan manusia.(Ramdhan, 2010)
Untuk mengetahui daya kerja Trichoderma tersebut maka perlu adanya pengamatan tentang daya serang organisme tersebut. Daya serang dapat dihitung dengan menghitung persentase hambatan patogen yaitu jari-jari koloni patogen menjauhi antagonis (R2) dikurangi jari-jari koloni patogen mendekati antagonis (R1) dibagi dengan (R2) dikalikan 100%.

Pada pengulangan pertama diperoleh data jari-jari koloni patogen yang menjauhi antagonis adalah sebesar 1,8 cm. Sedangkan jari-jari patogen yang mendekati antagonis sebesar 1,2 cm. Maka prosentase hambatan yang terjadi sebesar 88,89 %.
Sedangkan pada uji antagonisme kedua dikatahui bahwa jari-jari koloni patogen yang menjauhi antagonis adalah sebesar 1,7 cm. Sedangkan jari-jari patogen yang mendekati antagonis sebesar 0,6 cm. Maka prosentase hambatan yang terjadi sebesar 64,71 %.
Semakin tinggi prosentase hambatan patogen daya resistensi trichoderma akan semakin baik, karena mampu menghambat pertumbuhan fusarium yang merugikan tanaman. Fusarium dan Trichoderma memiliki hubungan antagonis. Trichoderma cenderung mengganggu pertumbuhan Fusarium.











DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2009. Formulasi Pestisida. http:/ /tunasdaon. blogspot.com/ 2009/02/formulasi-pestisida.html. Diakses pada tanggal 31 Mei 2010.
Anonimc. 2009. Trichoderma Viride, Sebagai Salah Satu Jamur Yang Menguntungkan.http://mey46lovers.blogspot.com/2009/03/trichoderma-viride-sebagai-salah-satu.html. Diakses pada 31 Mei 2010.
Pracaya, 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta
Ramdhan. 2010. Fusarium oxysporum. http:// z47d.wordpress.com/ 2010/04/18/fusarium-oxysporum/. Diakses pada tanggal 30 Mei 2010.
Sastrohidayat. 1987. Gejala Penyakit Tanaman Sayuran. Usaha Nasional. Surabaya.
Subiyakto. 1989. Pengendalian Serangga Hama Sayuran dan Palawija. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Suhardi, Drs. 1983. Evolusi Avertebrata. Universitas Indonesia. Jakarta























2. Pembahasan
A. Pengenalan Herbisida
Herbisida, adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan digunakan untuk mematikan gulma. Berdasarkan jenisnya, maka herbisida dibagi menjadi dua, yaitu herbisida kontak dan herbisda sistemik.
Herbisida sistemik merupakan herbisida yang diserap oleh gulma sehingga mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam hal ini, herbisida sistemik merusak gulma melalui jaringan ataupun merusak seluruh tubuh tumbuhan. Tidak menutup kemungkinan tanaman utama juga dapat teracuni oleh herbisida. Sedangkan herbisida kontak yaitu jenis herbisida yang menyerang gulma tepat di bagan yang terkena herbisida tersebut.
Racun dari herbisida biasanya bersifat non permanen, sehingga tetap aman bagi tanaman utama. Dalam kurun waktu tertentu racun herbisida yang terserap oleh tanaman utama akan terurai oleh panas maupun air hujan. Dewasa ini penggunaan herbisida dengan kandungan senyawa kimia murni mulai dilarang oleh Pemerintah. Kebanyakan herbisida yang beredar di pasarann mengarah pada herbisida oerganik, yaitu yang mengandung rantai atom C sehingga mudah terurai di alam.
Jenis herbisida yang digunakan yaitu Gramoxone (kontak) dan Round Up (sistemik). Gramoxone merupakan herbisida kontak dengan bahan aktif berupa parakuat diklorida 276 g/l dengan formulasi liquid. Tipe gulma yang peka terhadap jenis herbisida ini antara lain gulma berdaun lebar, sempit, dan teki-tekian, serta Albizia falcata. Tanaman utama yang dilindungi oleh herbisida jenis ini antara lain kelapa sawit, karet, kakao, teh, akasia, cengkeh. Penggunaannya dengan cara dilarutkan dengan air sesuai dosis dengan kalibrasi penyemprotan sesuai dengan perhitungan. Aplikasi penyemprotan dilakukan pada saat gulma mulai muncul di waktu pagi hari.
Herbisida sistemik yang digunakan adalah Round Up. Bahan aktif dari Round Up adalah Isopropilamina glifosat 486 g/l ( setara dengan glifosat 360 g/l ) dengan formulasi 486 SL (Soluble Concentrate) liquid. Herbisida Round Up mampu mengendalikan jenis gulma alang-alang, Panicum repens, Cynodon dactylon, gulma sedang, dan gulma lunak dengan tanaman utama dari jenis kelapa sawit, karet, kakao, teh, akasia, cengkeh. Penggunaannya dengan cara dilarutkan dengan air sesuai dosis dengan kalibrasi penyemprotan sesuai dengan perhitungan. Aplikasi penyemprotan dilakukan pada saat awal pertanaman di waktu pagi hari.
B. Identifikasi Gulma
Gulma merupakan tanaman yang tidak dikehendaki pertumbuhannya dalam budidaya tanaman, karena dapat mengganggu pertumbuhan tanaman budidaya. Oleh karena itu perlu adanya pengenalan jenis gulma supaya dapat diketahui cara pengendalian yang tepat.
Beberapa jenis tumbuhan dikenal sebagai gulma utama, seperti teki dan alang-alang. lmu yang mempelajari gulma, perilakunya, dan pengendaliannya dikenal sebagai ilmu gulma. Biasanya orang membedakan gulma kedalam 3 kelompok yaitu teki-tekian, rumput-rumputan, gulma daun lebar. Ketiga kelompok gulma ini memiliki karakteristik tersendiri yang memerlukan strategi khusus untuk mengendalikannya.
Wedusan (Ageratum conycoides) merupakan jenis gulma berdaun lebar. Ciri morfologisnya antara lain memiliki tepi daun bergerigi, pertulangan daun menyirip. Alang-alang (Imperata cylindrica) merupakan tipe gulma berdaun lebar. Memiliki ciri morfologis antara lain daun sejajar dan menjarum, tepi daun rata, sera memiliki akar rimpang.
Spesies gulma berikutnya yaitu putri malu (Mimosa pudica). Merupakan tipe gulma berdaun lebar yang memiliki ciri morfologis antara lain tubuhnya berduri, apbila disenuth maka daunnya menutup, serta berdaun majejuk. Putri malu selian meugikan bagi tanaman akibat keberadaannya juga merugikan bagi petani karena durinya dapat menyebabkan luka. Tapak liman (Elephantopus scaber L.) merupakan tipe gulma berdaun lebar. Gulma ini mempunyai ciri morfologis antara lain daunnya yang berukuran lebar an bergerigi pada tepinya serta berkayu dan berahar tunggang.
Rumput teki ( Cyperus kyllinga) merupakan gulma dari golongan teki-tekian dari ordo Cyperales. Rumput teki memiliki ciri Ciri-cirinya adalah penampang lintang batang berbentuk segi tiga membulat, dan tidak berongga, memiliki daun yang berurutan sepanjang batang dalam tiga baris, tidak memiliki lidah daun, dan titik tumbuh tersembunyi. Gulma ini memiliki daya tahan luar biasa terhadap pengendalian mekanik karena memiliki umbi batang di dalam tanah yang mampu bertahan berbulan-bulan. Selain itu, gulma ini menjalankan jalur fotosintesis tumbuhan C4 yang menjadikannya sangat efisien dalam menguasai areal pertanian secara cepat.
C. Uji Aplikasi Herbisida
Herbisida yang digunakan berjenis racun kontak dengan merk Gramaxzone dan herbisida berjenis sistemik dengan merk Round Up. Hasilnya herbisida jenis kontak (Gramaxzone) menyebabkan prosentase kematian gulma sebesar 96 % sedangkan herbisida jenis sistemik ( Round Up) menyebabkan prosentase kematian gulma sebesar 75 %. Dapat diambil kesimpulan bahwa herbisida jenis kontak terbukti lebih efektif untuk pengendalian gulma secara kimia daripada herbisida jenis sistemik.
Herbisida berjenis racun kotak masuk ke dalam tubuh tanaman gulma melalui permukaan tubuhnya, khususya pada bagian kutikula yang tipis. Racun kontak itu dapat diaplikasikan lansung tertuju pada jasad sasaran atau pada permukaan tanaman. Racun kontak mungkin diformulasikan sebagai cairan semprot atau sebagai serbuk. Herbisida kontak yang telah melekat pada permukaan tubuh tanaman akan segera masuk kedalam jaringan sel dan kemudian berlangsung proses peracunan.
Herbisida berjenis racun sistemik diserap oleh tanaman gulma melalui akar, batang dan daun, kemudian bahan-bahan aktif akan tersebar ke seluruh bagian tubuh tanaman dan berlangsung poses peracunan. Herbisida jenis kontak lebih cepat dan efektif untuk pengendalian gulma.
Berdasarkan aplikasi yang diterapkan, Herbisida kontak mematikan gulma sebesar 90% areal sedangkan herbisida istemik mematikan gulma sebesar 75% areal. Hal tersebut menunjukkan bahwa penerapa herbisida kontak dianggap lebh efektif pada gulma yang telah tumbuh etelah masa pertanaman.










DAFTAR PUSTAKA

http://pertanian.blogdetik.com/2009/02/28/klasifikasi-gulma/ diakses pada 26 April 2010 pukul 20:57
Komang S. Padma Dewi W. Peranan Gulma dalam Pengelolaan Lingkungan. Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
N. Nair, K. Sekh, M. Debnath, S. Chakraborty, A. K. Somchoudhury. 2007. Relative toxicity of some chemicals to bihar hairy caterpillar, Spilarctia obliqua Walker (Arctiidae, Lepidoptera). Department of Agricultural Entomology, Bidhan Chandra Krishi Viswavidyalaya, Mohanpur-741252, Nadia, West Bengal
Setyowati, Nanik. Eko Suprijono. Efikasi Alelopati Teki Formulasi Cairan Terhadap Gulma. Progdi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
Noor, Sutisna. 1997. Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut. Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Posting ini telah dilihat sebanyak (kali)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar