Sabtu, 05 Juni 2010

2. Pembahasan
A. Pengendalian Musuh Alami
Predator adalah sebutan bagi serangga yang menjadikan serangga yang termasuk dalam kategori hama sebagai mangsanya. Dalam hal ini, predator disebut sebagai musuh alami bagi serangga hama. Serangga predator biasanya memangsa serangga hama yang lebih kecil ukurannya atau lebih lemah dari dirinya sendiri. Untuk sekali makan, dan memangsa satu atau lebih serangga, biasanya serangganya aktif dan kuat, hidup terpisah dari mangsa mereka dan seringkali mencari serangga ke tempat berbeda untuk waktu makan yang berbeda.
Penggunaan predator sebagai agen hayati pengendalian hama tanaman memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan cara pengendalian lainnya karena aman, permanen dan ekonomis. Keamanan dari pemanfaatan predator merupakan faktor penting, sebab banyak musuh alami bersifat spesifik (khusus) terhadap mangsa tertentu. Oleh sebab itu tidak mungkin spesies bukan sasaran akan dipengaruhi oleh predator, seperti pada penggunaan pestisida yang berspektrum luas. (Anonima, 2009).
Penggunaan predator juga relatif permanen, karena hampir tidak mungkin predator melakukan eradikasi suatu spesies terutama mangsa. Predator akan berhenti memangsa hama ketika mereka telah merasa kenyang. Ketepatan pemberian musuh alami di lapangan memberikan efisiensi dala jangka pandang. Sekali saja suatu predator nyaman dengan tempat tinggalnya tersebut, dalam hal ini berarti lahan pertanian, maka dalam jangka waktu yan relatif lama predator akan mampu mengendalikan populasi dari serangga hama yang menjadi mangsanya pada areal tersebut. Hal tersebut tentu sangat menguntungkan bagi petani dari segi ekonomi.
Namun disamping segala kelebihan yang diberikan predator, teradpat pula sedikit kelemahan yang dimiliki dari aplikasi pengedalian dengan musuh alami ini. Kelemahan kecil pemanfaatan predator antara lain perlunya waktu cukup lama untuk mendapatkan predator yang efektif sebagai agen hayati pengendalian hama tanaman. Pengendalian hayati menggunakan predator membutuhkan penelitian yang kompleks dan melibatkan kaitan antara pemangsa, mangsa (hama) dan tanaman inang dari mangsa.
Capung (Neurothemis sp.)merupakan salah satu contoh serangga predator dari ordo Odonata. Ciri morfologis capung yakni memiliki dua pasang sayap transparan berwarna kuning kecoklatan dan warna tubuhnya coklat. Stadium capung yang aktif menjadi predator yakni pada waktu imago. Capung biasanya hidup di daerah rawa-rawa dan kolam. Hama sasaran yang dapat diserang oleh predator ini adalah kutu Aphis sp., wereng dan penggerek padi.
Kumbang buas coccinelidae memiliki 2 pasang sayap dan tubuh oval dan pendek sehingga mampu bergerak lincah. Aktif sebagai predator pada stadia larva dan imago. Ciri morfologis dari kumbang ini antara lain memilik bentuk bulat setengah bola, bagian abdomen datar, Kepala berukuran kecil yang sebagian ditarik dalam thorax atau tertutup dibawah bagian pronotum. Sayapnya berupa eliptra yang menutupi seluruh tubuhnya. Warnanya bermacam-macam dan biasanya mempunyai bercak-bercak (Pracaya, 1991).
Seangga predator hama berikutnya adalah Belalang sembah (Mantide). Belalang sembah memiliki ciri morfologis antara lain memiliki kaki depan yang bentuknya menyerupai orang menyembah. Tubuhnya kecil, memanjang, dan semakin lebar ke belakangnya. Dua pasang sayap serta tiga pasang kaki terdapat pada thorax. Pada segmen (ruas) pertama abdomen terdapat suatu membran alat pendengar yang disebut tympanum. Spiralukum yang merupakan alat pernafasan luar terdapat pada tiap-tiap segmen abdomen maupun thorax. Tipe mulut dari serangga ini adalah penggigit pengunyah (mandibulata) dengan bagian-bagiannya antara lain labrum, sepasang mandibula, sepasang maxilla dengan masing-masing terdapat palpus maxillarisnya, dan labium dengan palpus labialisnya.
Stadium aktif dalam peran predator hama adalah fase imago. Belalang ini merupakan golongan kelas insecta, ordo orthoptera dan familia mantidae. Hama sasaran yang diserang belalang ini adalah wereng dan kutu. Belalang dapat memakan lalat buah, kutu-kutuan, dan wereng coklat (Pracaya, 1991).
Lycosa pseudoannulata (laba-laba buas) merupakan anggota ordo Arachinida. Secara morfologis, memiliki dua bagian tubuh yakni bagian cepalothorax dan bagian abdominal. Memiliki 4 pasang kaki pada bagian cepalothorax. Serangga hama yang menjadi mangsanya antaar lain wereng coklat dan Aphis sp. Lycosa pseudoannulata menjadi predator pada stadium imago.
Lycosa pseudoannulata tergolong dalam famili Lycosidae mempunyai ciri-ciri abdomennya berbentuk oval dan biasanya lebih besar daripada cepalothorax. Kaki panjang dan runcing. Warna tubuh hijau kehitaman. Punggung coklat dengan rambut berwarna abu-abu, terdapat gambaran seperti garpu mulai dari mata sampai belakang. Pada abdomennya terdapat gambaran berwana putih. Untuk jenis jantannya, mempunyai palpus yang panjang (Subiyakto,1989).
Laba-laba buas ini bertindak sebagai predator pada serangga pengganggu tanaman, termasuk ngengat penggerek pada kegiatan fisiologi tanaman padi.. Sehingga dalam memangsa mangsanya, laba-laba ini melakukan penyerangan dengan langsung menangkap mangsanya.Predator ini dapat ditemukan pada pangkal tanaman, dan biasanya akan langsung memangsa serangga pengganggu sebelum berkembang dan menimbulkan kerusakan. Hal ini tentunya memberikan keuntungan terhadap petani.
Hydrophilidae merupakan serangga predator bagi serangga hama yang hidup di habitat air antara lain kutu dan serangga air. Ciri morfologis dari serangga ini antara lain memiliki kulit yang keras, berwarna hitam kelam, mempunyai dua pasang sayap yang terlindungi oleh lapisan luar yang keras. Termasuk dalam kelas insecta, ordo coleoptera, dan familia hydrophilidae. Menjadi predator pada stadium imago.
Serangga parasitoid adalah serangga yang sebelum dewasa berkembang pada tubuh inangnya yang dalam hal ini adalah serangga hama. Parasitoid hanya membutuhkan satu inang untuk tumbuh dan berkembang serta memiliki karakteristik pemangsa. Parasitoid disebut endoparasitoid jika perkembangannya di dalam rongga tubuh inang dan ektoparasitoid apabila perkembangannya di luar tubuh inang. Parasitoid yang membunuh atau yang melumpuhkan inang setelah meletakkan telur disebut idiobiont. Parasitoid yang tidak membunuh atau tidak melumpuhkan secara permanen setelah melakukan oviposisi disebut koinobiont.
Sebagian besar parasitoid ditemukan di dalam dua kelompok utama bangsa serangga, yaitu Hymenoptera (lebah, tawon, semut, dan lalat gergaji) dan bangsa Diptera (lalat beserta kerabatnya). Meskipun tidak banyak, parasitoid juga ditemukan pada bangsa Coleoptera, Lepidoptera, dan Neuroptera. Sebagian besar serangga parasitoid yang bermanfaat adalah dari jenis-jenis tawon atau lalat (Basukriadi, 2001).
Diadegma merupaka salah satu contoh dari serangga parasitoid yang memarasit tubuh plutella xylostella pada tanaman kubis-kubisan. Mekanisme penyerangan yang dilakukan adalah meletakkan telur-telurnya pada telur plutella xylostellakemudian setelah menetas akan menyerang plutella xylostella muda sehingga populasi hama tersebut dapat terkontrol.
Trichogramma merupakan golongan kelas insecta, ordo hymenoptera dan familia trichogrammanidae. Mempunyai ciri morfologis antara lain ukuran tubuh sangat kecil yang terdiri dari kepala, thorax dan abdomen, mempunyai sayap dan tiga pasang kaki. Mekanisme penyerangan hampir sama dengan Diadegma yaitu meletakkan telur di dalam telur penggerek batang sehingga telur dari penggerek batang tersebut tidak dapat berkembang dengan baik dan pada akhirnya mati.
B. Pengenalan Pestisida
Pestisida berasal dari kata pest dan sida. Pest berarti hama secara luas dan sida berasal dari kata ceado yang artinya membunuh. Secara umum pestisida berarti pembunuh hama. Dengan demikian pestisida adalah semua zat yang digunakan untuk mengendalikan hama dalam arti luas (Sastrohidayat, 1987).
Bila dilihat dari jenis jasad pengganggu, pestisida digolongkan menjadi :
1. Insektisida, adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa mematikan berbagai jenis serangga.
2. Herbisida, adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan digunakan untuk mematikan gulma.
3. Fungisida, adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi.
4. Akarisida, adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan digunakan untuk mematikan tungau.
5. Rodentisida, adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat.
6. Nemastisida, adalah bahan yang mengandung senyawa beracun dan digunakan untuk mematikan nematoda yang merusak tanaman. (Suhardi, 1983).
Pestisida adalah semua zat atau campuran zat khusus untuk memberantas atau mencegah gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, dan jenis-jenis jasad renik yang dianggap sebagai hama. Berdasarkan jenisnya, pertisida dibagi menjadi dua jenis, yaitu pestisida sistamik dan pestisida kontak. Pestisida sistemik yaitu yang diserap dan dialirkan keseluruh bagian tanaman sehingga akan menjadi racun bagi hama yang memakannya. Sedangkana pestisida kontak yaitu adalah pestisida yang reaksinya akan bekerja bila bersentuhan langsung dengan hama, baik ketika makan ataupun sedang berjalan.
Pestisida dalam bentuk teknis (technical grade) sebelum digunakan perlu diformulasikan dahulu. Formulasi pestisida merupakan pengolahan (processing) yang ditujukan untuk meningkatkan sifat-sifat yang berhubungan dengan keamanan, penyimpanan, penanganan (handling), penggunaan, dan keefektifan pestisida. Pestisida yang dijual telah diformulasikan sehingga untuk penggunaannya pemakai tinggal mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan dalam manual.
Terdapat berbagai macam formulasi dalam pestisida, di antaranya adalah EC (emulsible atau emulsifiable concentrates), yaitu larutan pekat pestisida yang diberi emulsifier (bahan pengemulsi) untuk memudahkan penyampurannya yaitu agar terjadi suspensi dari butiran-butiran kecil minyak dalam air. Suspensi minyak dalam air ini merupakan emulsi. Bahan pengemulsi adalah sejenis detergen (sabun) yang menyebabkan penyebaran butir-butir kecil minyak secara menyeluruh dalam air pengencer. Dalam pengamatan pada praktikum perlindungan tanaman, yang termasuk dalam pestisida EC adalah Score, Dursban 20 EC, dan Decis.
Granuler atau butiran yang umumnya merupakan pestisida siap pakai dengan konsetrasi rendah. Pestisida butiran digunakan dengan cara ditaburkan di lapangan. Setelah penaburan dapat diikuti dengan pegolahan tanah atau tidak. Jenis pestisida ini adalah Furadan 3G.
Formulasi WP merupakan formulasi klasik yang sampai saat ini masih banyak digunakan. WP adalah formulasi bentuk tepung yang bila dicampur air akan membentuk suspensi yang penggunaannya dengan cara disemprotkan. Dalam pengamatan pada praktikum perlindungan tanaman, yang termasuk dalam pestisida WP antara lain Agrimicin 15 WP, Dipel WP, Daconil,dan Mipcin.
Pestisida Soluble concentrate dibuat dari bahan aktif turunan garam dengan air. Bersifat cepat larut dan menyebar merata dalam air, sehingga tidak perlu diaduk terus menerus selama pemakaian. Tipe pestisida ini terdapat pada Derosol, Prodigy 100 SC, Antracol 200 SC dan Curacron.
Pemilihan bentu formulasi pestisida yang akan digunakan hendaknya disesuiakan dengan lahan atau bagian yang akan kita aplikasikan. Sebagai contoh apabila kita hendak mengaplikasikan pestisida langsung di areal lahan maka hendaknya menggunakan formulasi pestisida jenis EC ataupun SW. Sedangkan apabila aplikasi pestisida akan diterapkan pada benih maupun komoditas pasca panen maka hendanya menggunakan pestisida dengan formulasi yang lebih kecil seperti bentuk Dusty.
C. Uji Metyl Eugenol
Metyl Eugenol adalah suatu senyawa buatan yang digunakan untuk menangkap sebagai perangkap lalat buah jantan. Metyl Eugenol mengandung zat pheomone seperti yang dikeluarkan oleh lalat betina untuk menarik lawan jenisnya.
Penggunaan atraktan merupakan cara pengendalian hama lalat buah yang ramah lingkungan, karena baik komoditas yang dilindungi maupun lingkungannya tidak terkontaminasi oleh atraktan. Selain itu atraktan ini tidak membunuh serangga bukan sasaran (serangga berguna seperti lebah madu, serangga penyerbuk atau musuh alami hama), karena bersifat spesifik, yaitu hanya memerangkap hama lalat buah, sehingga tidak ada risiko atau dampak negatif dari penggunaannya. (Anonimb, 2009).
Atraktan nabati bersifat spesifik untuk hama lalat buah. Cara penggunaannya adalah dengan meneteskannya (sekitar 1 ml) pada gumpalan kapas yang terdapat di dalam botol perangkap. Botol perangkap dapat dibuat dari botol minuman air mineral dengan cara memotong ujungnya dan memasangkannya secara terbalik sehingga berbentuk corong. Di dasar botol tersebut diberi air untuk membunuh lalat yang masuk, yaitu dengan cara apabila sayap lalat menyentuh air, maka lalat akan lengket dan tenggelam. Penetesan atraktan diulang setiap 2-4 minggu, bergantung pada kondisi peletakan perangkap, semakin ternaungi sinar matahari semakin tahan lama dan sebaliknya semakin terbuka terhadap sinar matahari maka semakin cepat habisnya.
Metil eugenol dapat dihasilkan dari tanaman Melaleuca sp dan Ocimum sp. Atraktan dapat digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah dalam 3 cara, yaitu mendeteksi atau memonitor populasi lalat buah, menarik lalat buah untuk kemudian dibunuh dengan perangkap dan mengacaukan lalat buah dalam melakukan perkawinan, berkumpul ataupun tingkah laku makan.
D. Uji Antagonis Phatogen (Trichoderma, Spp vs Gleosperium)
Salah satu jasad antagonis adalah Trichoderma. Merupakan salah satu jamur tanah yang tersebar luas hampir dapat ditemui di lahan-lahan pertanian dan perkebunan. Trichoderma bersifat saprofit pada tanah, kayu, dan beberapa jenis bersifat parasit pada jamur lain. Trichoderma viride merupakan jenis yang paling banyak dijumpai diantara genusnya dan mempunyai kelimpahan yang tinggi pada tanah dan bahan yang mengalami dekomposisi.
Trichoderma adalah jamur penghuni tanah yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman lapangan. Biakan jamur Trichoderma dalam media aplikatif seperti dedak dapat diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, yaitu dapat mendekomposisi limbah organik (rontokan dedaunan dan ranting tua) menjadi kompos yang bermutu. Selain itu, Trichoderma dapat juga digunakan sebagai biofungisida, dimana Trichoderma mempunyai kemampuan untuk dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman antara lainRigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsii, dan sebagainya.
Jamur Fusarium sp. merupakan patogen tular tanah atau “soil-borne pathogen” yang termasuk parasit lemah. Jamur ini menular melalui tanah atau rimpang yang berasal dari tanaman jahe sakit, dan menginfeksi tanaman melalui luka pada rimpang. . Daur hidup Fusarium mengalami fase patogenesis dan saprogenesis. Pada fase patogenesis, jamur hidup sebagai parasit pada tanaman inang. Apabila tidak ada tanaman inang, patogen hidup di dalam tanah sebagai saprofit pada sisa tanaman dan masuk fase saprogenesis, yang dapat menjadi sumber inokulum untuk menimbulkan penyakit pada tanaman lain. Penyebaran propagul dapat terjadi melalui angin, air tanah, serta tanah terinfeksi dan terbawa oleh alat pertanian dan manusia.(Ramdhan, 2010)
Untuk mengetahui daya kerja Trichoderma tersebut maka perlu adanya pengamatan tentang daya serang organisme tersebut. Daya serang dapat dihitung dengan menghitung persentase hambatan patogen yaitu jari-jari koloni patogen menjauhi antagonis (R2) dikurangi jari-jari koloni patogen mendekati antagonis (R1) dibagi dengan (R2) dikalikan 100%.

Pada pengulangan pertama diperoleh data jari-jari koloni patogen yang menjauhi antagonis adalah sebesar 1,8 cm. Sedangkan jari-jari patogen yang mendekati antagonis sebesar 1,2 cm. Maka prosentase hambatan yang terjadi sebesar 88,89 %.
Sedangkan pada uji antagonisme kedua dikatahui bahwa jari-jari koloni patogen yang menjauhi antagonis adalah sebesar 1,7 cm. Sedangkan jari-jari patogen yang mendekati antagonis sebesar 0,6 cm. Maka prosentase hambatan yang terjadi sebesar 64,71 %.
Semakin tinggi prosentase hambatan patogen daya resistensi trichoderma akan semakin baik, karena mampu menghambat pertumbuhan fusarium yang merugikan tanaman. Fusarium dan Trichoderma memiliki hubungan antagonis. Trichoderma cenderung mengganggu pertumbuhan Fusarium.











DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2009. Formulasi Pestisida. http:/ /tunasdaon. blogspot.com/ 2009/02/formulasi-pestisida.html. Diakses pada tanggal 31 Mei 2010.
Anonimc. 2009. Trichoderma Viride, Sebagai Salah Satu Jamur Yang Menguntungkan.http://mey46lovers.blogspot.com/2009/03/trichoderma-viride-sebagai-salah-satu.html. Diakses pada 31 Mei 2010.
Pracaya, 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta
Ramdhan. 2010. Fusarium oxysporum. http:// z47d.wordpress.com/ 2010/04/18/fusarium-oxysporum/. Diakses pada tanggal 30 Mei 2010.
Sastrohidayat. 1987. Gejala Penyakit Tanaman Sayuran. Usaha Nasional. Surabaya.
Subiyakto. 1989. Pengendalian Serangga Hama Sayuran dan Palawija. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Suhardi, Drs. 1983. Evolusi Avertebrata. Universitas Indonesia. Jakarta























2. Pembahasan
A. Pengenalan Herbisida
Herbisida, adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan digunakan untuk mematikan gulma. Berdasarkan jenisnya, maka herbisida dibagi menjadi dua, yaitu herbisida kontak dan herbisda sistemik.
Herbisida sistemik merupakan herbisida yang diserap oleh gulma sehingga mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam hal ini, herbisida sistemik merusak gulma melalui jaringan ataupun merusak seluruh tubuh tumbuhan. Tidak menutup kemungkinan tanaman utama juga dapat teracuni oleh herbisida. Sedangkan herbisida kontak yaitu jenis herbisida yang menyerang gulma tepat di bagan yang terkena herbisida tersebut.
Racun dari herbisida biasanya bersifat non permanen, sehingga tetap aman bagi tanaman utama. Dalam kurun waktu tertentu racun herbisida yang terserap oleh tanaman utama akan terurai oleh panas maupun air hujan. Dewasa ini penggunaan herbisida dengan kandungan senyawa kimia murni mulai dilarang oleh Pemerintah. Kebanyakan herbisida yang beredar di pasarann mengarah pada herbisida oerganik, yaitu yang mengandung rantai atom C sehingga mudah terurai di alam.
Jenis herbisida yang digunakan yaitu Gramoxone (kontak) dan Round Up (sistemik). Gramoxone merupakan herbisida kontak dengan bahan aktif berupa parakuat diklorida 276 g/l dengan formulasi liquid. Tipe gulma yang peka terhadap jenis herbisida ini antara lain gulma berdaun lebar, sempit, dan teki-tekian, serta Albizia falcata. Tanaman utama yang dilindungi oleh herbisida jenis ini antara lain kelapa sawit, karet, kakao, teh, akasia, cengkeh. Penggunaannya dengan cara dilarutkan dengan air sesuai dosis dengan kalibrasi penyemprotan sesuai dengan perhitungan. Aplikasi penyemprotan dilakukan pada saat gulma mulai muncul di waktu pagi hari.
Herbisida sistemik yang digunakan adalah Round Up. Bahan aktif dari Round Up adalah Isopropilamina glifosat 486 g/l ( setara dengan glifosat 360 g/l ) dengan formulasi 486 SL (Soluble Concentrate) liquid. Herbisida Round Up mampu mengendalikan jenis gulma alang-alang, Panicum repens, Cynodon dactylon, gulma sedang, dan gulma lunak dengan tanaman utama dari jenis kelapa sawit, karet, kakao, teh, akasia, cengkeh. Penggunaannya dengan cara dilarutkan dengan air sesuai dosis dengan kalibrasi penyemprotan sesuai dengan perhitungan. Aplikasi penyemprotan dilakukan pada saat awal pertanaman di waktu pagi hari.
B. Identifikasi Gulma
Gulma merupakan tanaman yang tidak dikehendaki pertumbuhannya dalam budidaya tanaman, karena dapat mengganggu pertumbuhan tanaman budidaya. Oleh karena itu perlu adanya pengenalan jenis gulma supaya dapat diketahui cara pengendalian yang tepat.
Beberapa jenis tumbuhan dikenal sebagai gulma utama, seperti teki dan alang-alang. lmu yang mempelajari gulma, perilakunya, dan pengendaliannya dikenal sebagai ilmu gulma. Biasanya orang membedakan gulma kedalam 3 kelompok yaitu teki-tekian, rumput-rumputan, gulma daun lebar. Ketiga kelompok gulma ini memiliki karakteristik tersendiri yang memerlukan strategi khusus untuk mengendalikannya.
Wedusan (Ageratum conycoides) merupakan jenis gulma berdaun lebar. Ciri morfologisnya antara lain memiliki tepi daun bergerigi, pertulangan daun menyirip. Alang-alang (Imperata cylindrica) merupakan tipe gulma berdaun lebar. Memiliki ciri morfologis antara lain daun sejajar dan menjarum, tepi daun rata, sera memiliki akar rimpang.
Spesies gulma berikutnya yaitu putri malu (Mimosa pudica). Merupakan tipe gulma berdaun lebar yang memiliki ciri morfologis antara lain tubuhnya berduri, apbila disenuth maka daunnya menutup, serta berdaun majejuk. Putri malu selian meugikan bagi tanaman akibat keberadaannya juga merugikan bagi petani karena durinya dapat menyebabkan luka. Tapak liman (Elephantopus scaber L.) merupakan tipe gulma berdaun lebar. Gulma ini mempunyai ciri morfologis antara lain daunnya yang berukuran lebar an bergerigi pada tepinya serta berkayu dan berahar tunggang.
Rumput teki ( Cyperus kyllinga) merupakan gulma dari golongan teki-tekian dari ordo Cyperales. Rumput teki memiliki ciri Ciri-cirinya adalah penampang lintang batang berbentuk segi tiga membulat, dan tidak berongga, memiliki daun yang berurutan sepanjang batang dalam tiga baris, tidak memiliki lidah daun, dan titik tumbuh tersembunyi. Gulma ini memiliki daya tahan luar biasa terhadap pengendalian mekanik karena memiliki umbi batang di dalam tanah yang mampu bertahan berbulan-bulan. Selain itu, gulma ini menjalankan jalur fotosintesis tumbuhan C4 yang menjadikannya sangat efisien dalam menguasai areal pertanian secara cepat.
C. Uji Aplikasi Herbisida
Herbisida yang digunakan berjenis racun kontak dengan merk Gramaxzone dan herbisida berjenis sistemik dengan merk Round Up. Hasilnya herbisida jenis kontak (Gramaxzone) menyebabkan prosentase kematian gulma sebesar 96 % sedangkan herbisida jenis sistemik ( Round Up) menyebabkan prosentase kematian gulma sebesar 75 %. Dapat diambil kesimpulan bahwa herbisida jenis kontak terbukti lebih efektif untuk pengendalian gulma secara kimia daripada herbisida jenis sistemik.
Herbisida berjenis racun kotak masuk ke dalam tubuh tanaman gulma melalui permukaan tubuhnya, khususya pada bagian kutikula yang tipis. Racun kontak itu dapat diaplikasikan lansung tertuju pada jasad sasaran atau pada permukaan tanaman. Racun kontak mungkin diformulasikan sebagai cairan semprot atau sebagai serbuk. Herbisida kontak yang telah melekat pada permukaan tubuh tanaman akan segera masuk kedalam jaringan sel dan kemudian berlangsung proses peracunan.
Herbisida berjenis racun sistemik diserap oleh tanaman gulma melalui akar, batang dan daun, kemudian bahan-bahan aktif akan tersebar ke seluruh bagian tubuh tanaman dan berlangsung poses peracunan. Herbisida jenis kontak lebih cepat dan efektif untuk pengendalian gulma.
Berdasarkan aplikasi yang diterapkan, Herbisida kontak mematikan gulma sebesar 90% areal sedangkan herbisida istemik mematikan gulma sebesar 75% areal. Hal tersebut menunjukkan bahwa penerapa herbisida kontak dianggap lebh efektif pada gulma yang telah tumbuh etelah masa pertanaman.










DAFTAR PUSTAKA

http://pertanian.blogdetik.com/2009/02/28/klasifikasi-gulma/ diakses pada 26 April 2010 pukul 20:57
Komang S. Padma Dewi W. Peranan Gulma dalam Pengelolaan Lingkungan. Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
N. Nair, K. Sekh, M. Debnath, S. Chakraborty, A. K. Somchoudhury. 2007. Relative toxicity of some chemicals to bihar hairy caterpillar, Spilarctia obliqua Walker (Arctiidae, Lepidoptera). Department of Agricultural Entomology, Bidhan Chandra Krishi Viswavidyalaya, Mohanpur-741252, Nadia, West Bengal
Setyowati, Nanik. Eko Suprijono. Efikasi Alelopati Teki Formulasi Cairan Terhadap Gulma. Progdi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
Noor, Sutisna. 1997. Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut. Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Posting ini telah dilihat sebanyak (kali)

2. Pembahasan
A. Gejala dan tanda penyakit
Penyakit Zoosecidia pada daun mangga disebabkan kutu daun. Pathogen ini mempunyai tipe parasit fakultatif dengan mekanisme nekrotropik. Tipe gejalanya yaitu hiperplasis, ditandai dengan gejala munculnya bintil-bintil berwarna hitam pada permukaan daun. Daun menjadi berbisul dan daun menjadi berwarna coklat, hijau dan kemerahan.
Penyakit ini ditandai dengan timbulnya bintil hijau sampai kehitaman pada permukaan daun mangga. Jika bntil tersebut disayat maka akan ditemukan larva kecil berwarna putih sepanjang 1 - 2 mm. Penyakit ini disebabkan oleh diinjeksikannya telur lalat betina pada jaringan daun mangga muda menggunakan alat bertelur (ovipositor). Sekali bertelur seekor lalat betina dapat mengeluarkan 100 - 250 butir telur. Dalam waktu 2 - 3 hari telur akan menetas menjadi larva yang menghisap cairan daun. Setelah 10 - 14 hari, larva akan membuat lubang pada bintil untuk menjatuhkan diri ke tanah untuk membuat kepompong selama 8 - 12 hari yang akan menjadi lalat muda Procontarinia matteiana (Anonim, 2010).
Penyakit sapu (witches broom) pada kacang tanah adalah penyakit yang disebabkan pathogen yang masuk dalam spesies Alterina porri dan kelas Deuteromycetes, tipe parasit ini adalah obligat dengan mekanisme biotropik. Tipe gejala pada penyakit yang menyerang pada kacang tanah ini adalah hipoplastis dan hiperplasis. Gejala hipoplasis ditunjukkan dengan pertumbuhan tunas yang kerdil, sedangkan gejala hiperplasis ditunjukkan dengan pertumbuhan tunas yang banyak. Ukuran daun menjadi lebih kecil dan lebih sempit, jarak ruas-ruas pada batang kacang tanah ini menjadi lebih pendek dibanding tanaman yang sehat.
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditas penting bukan hanya sebagai sumber protein nabati tetapi juga sebagai sumber pendapatan bagi petani. Komoditas ini diusahakan di lahan kering dan sawah tadah hujan sebesar 70% dan yang diusahakan di lahan sawah hanya mencapai 30%. Permintaan kacang tanah dari tahun 1988 hingga 2010 mengalami peningkatan sebesar 1,45% per taliun (Marwan, 1993)
Penyakit karat daun kacang tanah disebabkan Puccinia arachidis yang masuk dalam kelas Basidiomycetes. Parasit ini adalah bertipe fakultatif dengan mekanisme nekrotopik. Daun kacang yang terkena Cercospora arachidicola ditandai dengan adanya bintik-bintik kecil berwarna oranye kecoklatan pada permukaan daun bagian bawah. Apabila serangan lebih parah, pada permukaan daun bagian bawah akan mengering dan daunnya tidak gugur dan masih berada pada tangkainya. Tipe gejala pada daun kacang tanah ini termasuk tipe gejala nekrosis.
Gejala penyakit karat pada daun kacang tanah diawali dengan timbulnya bercak kecil merah kecoklatan padadaun. Jika serangan berat daun akan berguguran, akibatnya produksi kacang menurun. Serangan terutama terjadi pada cuaca lembab (Tjahjadi, 1999).
Pada wortel (Dacus carota), penyakit yang sering dijumpai adalah busuk lunak (soft rot). Bakteri yang menyebabkan penyakit busuk pada wortel adalah Erwinia carota. Patogen menyerang tanaman sejak dari persemaianhingga dipenyimpanan. Gejala dari penyakit ini adalah busuk, berlendir yang merupakan gejala khas serangan bakteri.
Tipe parasit fakultatif dengan meknisme nekrotropik. Tipe gejala nekrosis dan gejala yang timbul yaitu permukaan wortel membusuk, mengandung air (cairan) berwarna putih dan berbau tidak enak. Patogen menyerang tanaman sejak dari persemaian hingga di tempat penyimpanan. Patogen menginfeksi tanaman melalui luka, baik luka karena serangga, nematoda atau karena ulah manusia sewaktu mengadakan pendangiran (pembumbunan). (Tjahyadi, 2005)
Kebusukan yang terjadi pada wortel biasanya berbau tidak sedap akibat terjadinya kerusakan jaringan tanaman. . Bakteri berada dalam sel tanaman yang rusak (luka) dan mengeluarkan enzim-enzim yang dapat menyebar ke sel-sel sekelompoknya dan melarutkan midel lamela dinding sel. Hal ini diikuti oleh plasmolisa dan kematian sel. Jadi bakteri lebih cenderung hidup dalam sel-sel yang mati daripada sel-sel yang masih hidup (Ratna, 2005)
Penyakit busuk pada buah apel (Malus silvestris) disebabkan oleh pathogen dari jenis Gleosporium sp. Gleosporium sp. tergolong dalam kelas Deuteromycetes, dengan tipe parasit fakultatif dan mekanisme nekrotop. Tipe gejala yang tejadi adalah tipe gejala nekrosis yaitu gejala yang ditandai dengan degenerasi protoplas dan akhirnya oleh kematian sel, jaringan atau tubuh tumbuhan secara keseluruhan.
Kacang tanah juga dapat terserang penyakit bercak daun yang disebabkan oleh Cercospora arachidicola yang masuk dalam kelas Deuteromycetes. Parasit ini adalah bertipe fakultatif dengan mekanisme nekrotopik. Daun kacang yang terkena Cercospora arachidicola ditandai dengan adanya bintik-bintik hitam yang cukup besar pada daun (bercak daun) berwarna kuning kecoklatan. Tipe gejalanya yakni nekrosis. Kerusakan diawali dengan munculnya bintik hitam kecil di permukaan daun yang kemudian membesar dan melebar. Pada akhirnya, becak tersebut berlubang akibat kerusakan parah yang terjadi pada bagian tersebut.
Penyakit bercak daun pada tanaman dikenal dua tipe menurut ras patogennya yaitu ras O, bercak berwarna coklat kemerahan dengan ukuran 0,6 x (1,2_1,9) Cm. Ras T bercak berukuran lebih besar yaitu (0,6_1,2) x (0,6_2,7) Cm, berbentuk kumparan dengan bercak berwarna hijau kuning atau klorotik kemudian menjadi coklat kemerahan. Kedua ras ini, ras T lebih virulen dibanding ras O. Penyebab penyakit bercak daun adalah cendawan dalam bentuk miselium dan spora dapat bertahan hidup dalam sisa tanaman di lapang atau pada biji di penyimpanan. Konidia yang terbawa angin atau percikan air hujan dapat menimbulkan infeksi pertama pada tanaman (Eldriadi, 2009).
Spora Puccinia arachidis merupakan fase spora parasit jamur pada tanaman kacang tanah penyebab penyakit karat daun. Spora jamur ini merupakan jenis bassidiomycetes dengan ciri utama hifa yang bersekat. Tipe parasit ini adalah obligat yang menempel pada inangnya. Sedangkan mekanisme menyerangnya adalah biotropik.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di Laboratorium, ciri morfologis yang dapat dilihat dari Konidia Cercospora arachidicola adalah terlihat bentuk konidia dengan bentuk memanjang dengan sekat melintang di sepanjang tubuh konidia. Jamur ini merupakan jenis jamur deuteromycetes. Tipe parasi ini adalah fakultatif yakni tidak hanya menggantungkan hidupnya pada satu jenis inang saja. Mekanisme serangannya bersifat nekrotropik yaitu dengan cara membunuh sel inang untuk mendapatkan makanan.
Sporangium Phytopthora menyebabkan penyakit bercak pada daun kentang (Solanum tuberosum). Pathogen tersebut memiliki ciri morfologis berbentuk oval mempunyai membran tipis transparan dan didalamnya terdapat spora. Phytopthora termasuk dalam kelas Protomycetes dan bertipe parasit fakultatif. Sedangkan mekanisme penyerangannya adalah nekrotropik atau membunuh jaringan dan sel untuk mendapatkan makanan.
Mosaik adalah gejala daun yang memperlihatkan banyak daerah kecil berubah warna, yang kontras dengan warna asalnya dan cenderung berupa lingkaran terang seperti cincin. Pola bagian hijau yang bersiku kontras dengan warna kuning; daerah yang dikelilingi cincin klorotik yang memberikan mosaik kuning di atas warna hijau. Bila daerah warna yang berbeda menyatu, akan menghasilkan gejala belang ( Duriat, 1996)
Penyakit mozaik tembakau dengan tipe gejala hipoplasis dan tanaman inangnya adalah tembakau. Daun yang terserang penyakit ini berwarna hijau yang semakin memudar karena klorofilnya berkurang. Penyakit mozaik tembakau disebabkan adanya virus Marmon Mozaik Holmes yang disebut sebagai Nicotina virus (TMV) yang termasuk kelas Rhadshaped ss RNA. Parasit ini bertipe obligat dengan mekanisme biotropik. Virus ini mempunyai titik inaktivasi pemanasan dengan 94 derajat celcius. Dalam daun tembakau virus tahan sampai puluhan tahun dan virus ini berbentuk batang-batang yang panjangnya 280 nm dan tebal kurang lebih 15 nm (Semangun, 1989).
Virus TMV memiliki ukuran tubuh yang sangat kecil dengan bentuk dominan adalah batang serta tidak beraturan. Tipe parasit dari pathogen tersebut adalah parasit obligat atau parasit sejati. Sedangkan mekanisme penyerangan dengan cara biotropik yaitu tanpa membunuh sel jaringan inang namun memanfaatkan sel tersebut untuk berproduksi menghasilkan apa yang dibutuhkan oleh virus tersebut.
Konidia Jamur Alternaria porii menyebabkan penyakit bercak ungu pada daun bawang. Gejala penyakit yang muncul mula-mula terjadi pada daun, terutama daun tua, berupa bercak-bercak kecil, melekuk, berwarna putih hingga kelabu. Jika membesar, bercak tersebut tampak bercincin, berwarna agak keunguan, tepinya agak kemerahan atau keunguan, dikelilingi oleh lingkaran berwarna kuning yang dapat meluas agak jauh dari bercak (Endah dan Novizan, 2002)
Pathogen tersebut memiliki ciri morfologis bentuk memanjang dengan sekat melintang dan membujur serta sekat tersebut terpola teratur. Alternaria porii merupakan golongan kelas deuteromycetes yang bertipe parasit fakultatif serta memiliki mekanisme penyerangan adalah nekrotropik atau membunuh sel dan jaringan untuk mendapatkan makanan.
Xanthomonas comprestis pv citri memiliki ciri morfologis antara lain berbentuk batang dengan sel panjang seperti ekor pada ujung sel. Xanthomonas comprestis pv citri termasuk dalam kelas protobacteria dan bertipe parasit fakultatif atau sebagian menyerang inang untuk mendapatkan makanan Mekanisme penyerangan Xanthomonas comprestis pv citri adalah secara nekrotropik atau membunuh sel dan jaringan. Tanaman inang dari bakteri ini adalah tanaman jeruk.
B. Medium Biakan
Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Sutedji, 1991). Media biakan adalah media steril yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme. Media biakan terdiri dari garam organik, sumber energi (karbon), vitamin dan zat pengatur tumbuh (ZPT). Selain itu dapat pula ditambahkan komponen lain seperti senyawa organik dan senyawa kompleks lainnya (Soeryowinoto, 1985).
Sebelum menumbuhkan mikroorganisme dengan sebaik-baiknya, pertama-tama anda harus dapat memahami kebutuhan dasarnya lalu mencoba memformulasikan suatu medium yang memberikan hasil yang terbaik. Yang dimaksud dengan medium disini adalah bahan yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme diatas atau didalamnya. Sebenarnya tidak ada satu macam medium pun yang cocok untuk setiap cendawan berbeda-beda. Beberapa cendawan dapat tumbuh dengan baik pada setiap macam medium yamg mengandung beberapa bahan organik, cendawan yang lain memerlukan zat-zat kimia tertentu (Hadiotomo,1993).
Pembuatan medium biakan bertujuan untuk membuat lingkungan yang steril yang digunakan untuk mengambangbiakkan pathogen yang menyerang suatu tanaman untuk diteliti lebih lanjut. Selain itu, pembuatan medium biakan digunakan juga untuk merealisasikan prinsip postulat koch yaitu organisme yang dapat menyebabkan penyakit harus diisolasi atau dibiakkan secara murni. Prinsip ini hanya dapat dilakukan pada parasir fakultatif.
Bahan yang digunakan untuk membuat medium bikan pada praktikum tersebu dengan menggunakan kentang sebagai bahan utama. Bagian kentang yang digunakan adalah sari patinya karena selain mengandung ekstrak mineral juga mengandung pati (amilum) yang merupakan bentuk dari polysakarida sebagai tambahan makanan biakan. Glukosa yang digunakan adalah gula pasir, karena banyak tersedia dan harganya lebih murah. Media PDA (Potato Dextrosa Agar) merupakan medium semi sintetik. Organisme menyerap karbohidrat dari ekstrak kentang dan gula serta dari agar yang telah bercampur. Hal inilah yang menyebabkan mengapa kentang harus di potong dadu, agar karbohidrat di kentang dapat keluar dan menyatu dengan air sehingga menjadi ekstrak. Semakin kecil permukaan, maka semakin besar daya osmosisnya.
Pensterilan dilakukan dengan otoklaf pada suhu 1200 selama kurang lebih 25 menit dengan tekanan sebesar 1 atmosfir. Suhu ini merupakan ketetapan, karena umumnya organisme tidak dapat bertahan hidup pada suhu dan waktu tersebut.
Penggunaan medium agar merupaka medium yangs sangat cocok bagi suatu mikroorganisme. Hal tersebut dikarenakan nutrisi yang terkandung dalam media tersebut mencukupi untuk kebutuhan mikroorganisme berkembang biak. Selain itu, agar juga mengandung air yang berguna bagi sistem transportasi mikroorganisme sehingga nutrisi dapat terserap secara optimal.
C. Isolasi dan Inokulasi
Isolasi adalah suatu usaha untuk memisahkan atau mengasingkan suatu macam organisme dari suatu bahan sehingga organisme tesebut dapat dipelihara secara murni. Patogen tanaman seringkali diisolasi dari jaringan-jaringan sakit an beberapa di antaranya dapat diisolasi dari tanah. Hal yang terpenting dari pekerjaan isolasi adalah bahwa patogen diletakkan pada lingkungan baru yang sesuai untuk perkembangannya, sert dapat mengatasi mikroorganismekompetitor yang bersifat saprofit. Umumnya, patogen-patogen yang menginfeksi tanah lebih sulit diisolasi dibandingkan dengan patogen yang menginfeksi jaringan hidup.
Prinsip dari isolasi mikrobia adalah memisahkan suatu jenis mikrobia dengan mikrobia lain yang berasal dari jenis mikrobia tercampur, dengan menumbuhkan pada media padat. Bila sel tersebut terperangkap oleh media padat pada beberapa di tempat terpisah, maka setiap tempat kumpulan sel akan berkembang menjadi suatu koloni yang terpisah pula, sehingga memudahkan pemisahan selanjutnya. Selanjutnya sel-sel tersebut dipisahkan dan ditumbuhkan atau dapat diisolasi dalam tabung-tabung reaksi atau cawan petri yang ditempatkan terpisah. (Mulyani, 1991)
Isolasi bakteri menggunakan umbi wortel yang terinfeksi bakteri penyebab busuk basah. Sebelum diisolasi, terlebih dahulu dibuat suspensi dari bagian wortel yang terinfeksi dengan cara mengambil sebagian dari bagian yang busuk dan melarutkannnya ke dalam air destilata hingga berwarna keruh. Setelah itu, dengan jarum ose dioleskan larutan pada media secara zig zag. Selama proses selalu diiringi dengan pensterilan. Setelah masa inkubasi selama 4 hari, dari media tersebut mencul lendir pada bagian zig zag tersebut. Bakteri yang menyebabkan busuk disebut Erwinia carotovara. Bakteri ini masuk ke dalam jaringan inangnya melalui pori air pada umbi wortel.
Pada isolasi jamur untuk jaringan tipis digunakan tanaman kacang tanah (Arachis hypogeae) yang diambil pada bagian daunnya, terutama daun yang mengandung penyakit bercak daun (Cercospora sp). Sebelumnya, daun yang mengandung bercak terlebih dahulu direndam dalam larutan sublimat 0,1 % selama beberapa detik. Perendaman ini bertujuan agar tidak terdapat organisme lain yang ikut tumbuh dalam media PDA selain penyebab bercak daun. Setelah dibiarkan dalam masa inkubasi selama 4 hari, maka mulai muncul hifa yang berwarna putih dari bagia yang mengalami sakit.
Inokulasi dapat diartikan sebagai pemindahan inokulum dari suatu sumber atau dalam suatu bagian tumbuhan inangnya. Lokasi dimana tanaman suatu tanaman peka terhadap mulainya infeksi disebut infection court. Contoh inokulum adalah suatu spora jamur, patogen miselium jamur, sel bakteri, dan sebagainya. Partikel-partikel virus, nematoda, biji-biji tanaman parasitik juga termasuk dalam inokulum.
Pada inokulasi melalui luka, digunakan media buah apel yang terinfeksi. Apel yang masih sehat ditusuk-tusuk dan diberi inokulum berupa Fusarium spp. Setelah dibiarkan selama 4 hari, maka apel yang diberi Fusarium spp mulai terinfeksi sedangkan apel kontrol masih tetap sehat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa patogen dapat menginfeksi tanaman melalui luka yang terjadi pada tubuh tanaman tersebut.
Inokulasi melalui penetrasi langsung menggunakan tanaman inang wortel. Hampir sama dengan perlakuan pada apel, umbi wortel ditusuk-tusuk, namun setelah itu dikeringkan pada kertas saring, setelah itu suspensi diteteskan pada wortel dalam petridish. Medium dibalut dengan kapas untuk menghindari kontaminasi dari organisme lain dan disimpan dalam petridish. Sedangkan pada wotel kontrol hanya ditetesi dengan air destilata. Setelah masa inkubasi selama 4 hari, wortel yang diinokulasikan menjadi busuk, berlendir, dan warnanya menjadi coklat kehitaman. Sedangkan untuk kontrol tetap sehat hanya terdapat sedikit lendir, hal tersebut mengindikasikan bahwa bakteri dapat menembus langsung jaringan inangnya.




















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Bintil Daun Mangga. www.lembahpinus.com. Diakses pada 12 Mei 2010.
Eldriadi, Yandri. 2009. Organisme Pengganggu Tanaman. Fakultas Pertanian Ilmu Hama dan Tanaman. Universitas Andalas. Padang.
Endah H, Joesidan Novizan. 2002. Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman. PT. AgroMedia Pustaka. Jakarta
Hadioetomo, Ratna Siri. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Marwan. 1993. Strategi dan Langkah Operasional Pembangunan Tanaman Pangan Berwawasan Lingkungan. Makalah Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Pslitbangtan Bogor.
Mulyani. 1991. Dasar-dasar Mikrobiologi Tumbuhan. Usaha Nasional. Surabaya
Ratna, A. 2005. Mikrobiologi. http//www. indonext. com. Diakses pada tanggal 10 Mei 2010 pada pukul 19.00 WIB.
Semangun, Haryono. 1989. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. UGM Press. Yogyakarta.
Semangun, Haryono. 1989. Tanaman Hortikultura di Indonesia. UGM Press. Yogyakarta.
Suryowinoto,M., 1985, Budidaya Jaringan dan Manfaatnya, Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta
Sutedji, M. 1991. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta : Jakarta.
Tjahjadi, N. 1999. Hama dan Penyakit Tanaman Semusim. Kanisius. Yogyakarta.
Tjahjadi, N. 2005. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.
Posting ini telah dilihat sebanyak (kali)

2. Pembahasan
A. Pengenalan Hama
Belalang (Valanga nigricornis) yang tergolog dari ordo orthoptera biasa disebut dengan belalang kayu. Belalang kayu memiliki ciri-ciri antara lain memiliki antena pendek, organ pendengaran terletak pada ruas abdomen serta alat petelur yang pendek. Kebanyakan warnanya kelabu atau kecoklatan dan beberapa mempunyai warna cemerlang pada sayap belakang. Serangga ini termasuk pemakan tumbuhan dan sering kali merusak tanaman. Adapun alat mulutnya bertipe penggigit pengunyah (Sudarmono, 2002).
Tipe ordo ini memiliki 2 pasang sayap. Sayap depan lebih kecil daripada sayap belakang dan memiliki vena-vena yang menebal yang disebut dengan tegmina. Dua pasang sayap serta tiga pasang kaki melekat pada bagian thorakal. . Pada segmen/ruas pertama abdomen terdapat suatu membran alat pendengar yang disebut tympanium. Spirakulum yang meruapkan alat pernafasan luar terdapat pada tiap-tiap segmen abdomen/thorax. Anus dan alat genetalia terdapat pada ujng abdomen. Belalang memiliki alat tambahan yang berupa sepasang mata faset (majemuk), dua buah antena, dan tiga buah mata sederhana (oseli).
Tipe metamorfosis dari ordo ini adalah paurometabola (metamorfosis sederhana). Perkembangan tubuh terjadi dengan melewati masa telur, nimfa, dan imago. Bentuk nimfa dan dewasa hampir sama, hanya pada bagian sayap, ukuran tubuh, dan kematangan alat kelamin saja yang membedakan. Pada masa nimfa, sayap masih berupa selaput tipis, sedangkan pada serangga dewasa sudah memiliki tegmina. Ukuran ubuh antara nimfa dan dewasa juga berbeda, nimfa lebih kecil sedangkan belalang dewasa jauh lebih besar.
Belalang adalah tipe serangga pemakan daun. Alat mulut dari belakang bertipe pnggigit-pengunyah dengan bagian-bagian seperti labrum, mandibel, labium, dan maxilla. Akibat dari serangan hama ini adalah berlubangnya daun yang dimulai dari tipe tanaman dengan kerusakan yang lebar.
Burung emprit memiliki morfologi seperti warna bulu badan hampir semuanya coklat kecuali pada bagian dada dan perut yang berwarna hitam dan meiliki bercak-bercak putih. Bentuk paruh tipe pemakan biji-bijian, tidak terlalu runcing dan menyerupai segitiga.
Burung emprit memiliki empat jari kaki berkuku. Tiga dari jari kaki tersebut berada di depan seangkan satu bagian di belakang. Hama ini menyerang biji padi. Pengendalian dari burung emprit sangat sulit karena daya jelajahnya yang tinggi. Pengendalian dilakukan secara mekanik yakni dengan orang-orangan sawah.
Bekicot tergolong hewan molusca (bertubuh lunak) dari ordo pulmonasa. Tubuh bekicot yang lunak terlindung oleh shell (cangkang) yang keras. Pada bagian anterior, terdapat dua pasang antena yang pada masing-masing ujungnya terdapat mata. Pada ujunga bawah anterior terdapat mulut dan radula (perut). Lubang pernafasan dan anus terdapat pada sisi mantel tubuh dekat dengan cangkang. Sedangkan lubang genetalia terdapat disamping sebelah kanan. Tubuh bekicot dilengkapi de ngan kaki semu.
Bekicot mempunyai tipe alat mulut mandibulata dimana hewan ini merupakan hewan yang menggigit serta mengunyah makanannya. Hewan ini memakan daun dengan kecepatan yang cukup tinggi. Selain merusak daun, juga merusak bunga dan pucuk tanaman, bahkan selusur tanaman muda, baik tanaman muda maupun tanaman yang sudah tua. Gejala serangan dari bekicot yaitu adanya bekas gigitan dan adanya lendir yang apabila lendir tersebut mengering maka akan tampak mengkilat. Lendir-lendir tersebut akan dikeluarkan oleh bekicot saat berjalan.
Tikus sawah memiliki morfolgi seperti tubuhnya berawarna keabu-abuan. Panjang ekornya sama atau lebih pendek dibandingkan panjang tubuh sampai dengan kepala. Kakinya memiliki empat jari yang mempermudah tikus untuk berlari cepat. Memiliki gigi dengan tipe pengerat sehingga merusak tanaan padi dengan cara mengeratnya pada bagian batang.
Tikus sawah termasuk dalam filum Chordata, kelas mamalia dan termasuk dalam bangsa Rodentia. Ordo ini termasuk binatang pengerat dan paling banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman pertanian. Adapun jenis-jenis tikus sawah antara lain Tetera indica (pemakan biji-bijian, akar-akaran, daun, rumput dan serangga), Nilarrdia meltoda (pemakan biji-bijian dan akar-akaran), Nilarrdia glesdovi (pemakan biji-bijian) dan Brandicota bengetensis (perusak tanaman dalam jumlah besar dan meninggalkan banyak sisa (Winarno, 2003).
Tikus ini menyebabkan kerusakan pada bagian batang tanaman padi sehingga tanaman padi roboh. Ciri khas dari serangan tikus adalah pada petak sawah bagian tengah gundul sedangkan bagian tepinya lebat. Tikus juga menyerang bendegan persemaian dengan memakan benih yang di sebar atau mencabuti yang baru tumbuh. Pada fase generatif tikus akan memakan malai yang terbentuk dan bulir-bulir padi yang mulai menguning, sehingga mengakibatkan kehilangan hasil secara langsung dan ciri dari serangan ini adalah adanya sisa rencetan padi yang berserakan di sekitar tanaman padi yang diserang.
Dinamakan tungau merah karena warna pada tubuhnya adalah merah. Pada umumnya mempunyai empat pasang kaki yang terletak pada bagian cephalothorax. Tetapi ada juga yang dilengkapi kaki rudimenter atau kaki yang pertumbuhannya tidak sempurna.
Tungau digolongkan dalam kelompok Arachnida. Ukuran tubuh tungau termasuk kecil. Hewan ini mempunyai ciri tubuhnya dibagi menjadi dua segmen yaitu cephalotorax dan abdomen. Tungau memiliki tungkai yang berjumlah empat pasang. . Tipe alat mulut tungau merah adalah pencucuk penghisap, terdiri dari sepasang celicera dan sepasang alat peraba sensorik.
Tanaman inang dari hama tungau merah adalah ubi kayu. Hidupnya di bawah tulang-tulang daun Menyerang pada daun dengan menghisap cairannya. Gejala yang tampak pada tanaman jika tanaman tersebut terserang hewan ini adalah di sekitar garis tengah daun terdapat bercak kuning atau merah dan juga terdapat benang-benang putih yang berada di permukaan bawah daun.
Filum dari Nematoda adalah Nemathelmintes atau Ascelmintes. Struktur dan morfologi nematoda adalah berbentuk silinder memanjang, bilateral simetris, tidak bersegmen. Lapisan terluar nematoda berupa kutikula yang mempunyai sifat lentur dan transparan, berfungsi untuk melindungi tubuh dan memudahkan untuk bergerak. Disebelah anterior terdapat stylet yang berfungsi untuk mencucuk jaringan makanan ( Tjahjadi, 1998 ).
Nematoda berbentuk memanjang, panjangnya di antara 1,5-5mm. Bagian kepalanya lurus atau berlekuk. Lubang amfidnya berupa celah yang lebar dan kearah belakang berbentuk seperti ujung corong. Stiletnya panjang yang bagian anterior berupa odontosil dan bagian stilet posterior berupa odontofor. Esofagusnya terdiri atas prokarpus yang panjang dan sempit serta mempunyai kelenjar bulbus yang pendek ( Luc et al, 1995 ).
Nematoda merupakan binatang yang menyeru[ai cacing. Tubuhnya tidak bersegmen, simetris bilateral, transparan, dan tidak berkaki. Mempunyai alat mulut yang berupa stilet. Stilet merupakan tipe alat mulut yang berbentuk seperti tombak yang dapat keluar masuk digerakkan oleh urat-urat.
Gejala serangan pada tanaman yang disebabkan oleh nematoda adalah adanya bengkak pada bagian akar (puru).Tanaman inang dari nematoda antara lain tanaan sayuran, tanaman berjajar, tanaman buah, dan gulma.
B. Kunci Determinasi Ordo
Kumbang badak termasuk ordo Coleoptera. Kumbang ini mempunyai 4 sayap dengan sepasang sayap depan yang menebal sepert kulit,keras dan rapuh dan biasanya bertemu dalam satu garis lurus di bawah tengah punggung dan menutupi sayap belakang. Sayap belakang berselaput tipis dan biasanya lebih panjang daripada sayap depan, kumbang disebut elytra. Kumbang dewasa berwarna merah sawo, berukuran 3-5 cm (Borror et al, 1991).
Disebut kumbang badak karena bagian kepalanya terdapat cula seperti badak,. Kumbang ini berwarna coklat tua mengkilap. Panjangnya bisa mencapai kurang lebib 5-6 cm, sedangkan kakinya berjumlah tiga pasang.
Tipe metamorfosis kumbang badak adalah holometabola (metamorfosis sempurna) dengan stadia urutan antara lain telur-larva-pupa-imago. Pada stadia larva, termasuk tipe oligopoda dengan hanya memiliki kaki pada bagian thorakal saja. Bentuk pupa termasuk tipe eksarata/libera, yakni pupa dengan alat tambahan bebas, tidak melekat seluruhnya pada tubuh dan biasanya tidak terbungkus kokon.
Kumbang badak mempunyai tubuh yang kokoh, oval, dan memanjang. Mempunyai dua pasang sayap depan yang mengeras dan menebal serta tidak memiliki vena yang disebut dengan tipe sayap elytra, sedangkan sayap bagian belakang membraneus dan jika sedang hinggap tertutup oleh sayap depan.
Alat mulutnya bertipe menggigit pengunyah. Stadia yang berperan sebagai hama adalah pada stadaia larva dan imago. Tanaman inang dari kumbang badak adalah tanaman kelapa. Serangannya berkisar anatara janur pada tanaan kelapa tua dan pangkal batang dekat permukaan tanah pada tanaman muda.
Lalat buah dewasa memakan cairan atau sekresi yang dikeluarkan oleh berbagai kumbang atau serangga lain, madu pada buah dan cairan buah lainnya. Saat tidak musim buah, lalat terbang atau berada di semak-semak atau hutan kecil disekitarnya. Bila ingin bertelur, lalat mencari buah yang menjelang masak. Alat peletak telur berada di ruas belakang badan, ditusukkan menembus kulit buah masak ke dalam buah dan membentuk rongga. Telur diiringi bakteri yang menyelinap masuk ke dalam buah sehingga menimbulkan kontaminasi dan buah menjadi busuk yang masak lunak. Bintik bekas tusukan alat peletak telur menjadi gelap agak membusuk dan akhirnya menjadi busuk buah (Kalie,2002).
Lalat buah mempunyai sayap depan dan belakang bersifat membran, kedua sayapnya tersebut tidak memiliki sisik, letak sayap tidak seperti di atas dan tanpa adanya rumbai. Sayap belakang dari lalat buah berfungsi sebagai alat keseimbangan. Dari ciri-ciri yang ada lalat buah temasuk ordo Diptera.
Gejala serangan yang ditimbilkan oleh lalat buah adalah gejala busuk pada buah yang telah masak akibat pengaruh dari alat mulut lalat buah. Tanaman yang terserang lalat buah biasanya membusuk dan dapat menular ke tanaman lainnya. Penanganan hama lalat buah dapat dilakukan dengan cara preventif yakni dengan memasang perangkap ataupun dengan kondomisasi pada buah.
Kupu-kupu termasuk dalam ordo Lepidoptera, mempunyai tipe metamorfosis sempurna (holometabola) dengan perkembangan stadia telur - larva - Pupa (kepompong) - Imago (dewasa). Sedangkan tipe larvanya polipoda, karena memiliki kaki torakal dan kaki abdominal dan tipe pupanya obtekta. Alat mulut pada serangga ini yang dewasa berupa penghisap berbentuk tabung yang disebut proboscis, untuk menghisap madu (tabung seperti belalai). Pada bangsa ini, pupanya terbungkus kokon, sehingga pada stadium dewasa serangga ini akan keluar melalui kokon tersebut (Soetiyono, 1998).
Stadia merusak adalah pada stadia larva yang memiliki tipe mulut mandibulata. Gejala kerusakan yang ditimbulkan adalah berupa lubang-lubang tak beraturan pada daun. Lubang-lubang tersebut tidak sebesar yang disebabkan oleh belalang dan dimulai dari tengah daun, bukan dari tepi. Selain itu, daun dapat menggulung akbat serangan hama ini dan mengering sehingga daun mati.
Hama ini termasuk famili Coreidae, ordo hemiptera. Dari segi morfologis, walang sangit dewasa berwarna hijau kemerah-merahan dan yang nimfa berwarna hijau. Seperti belalang pada umumnya, serangga ini memiliki mata facet, antena, kaki yang berjumlah tiga pasang. Alat mulutnya berupa pencucuk penghisap. Memiliki dua pasang sayap, yang depan menebal pada pangkal dan sayap nelakang membraneus.
Walang sangit berpotensi menjadi hama pada stadia larva dan imago. Menyerang tanaman dengan cara menghisap cairan buah padi yang masih dalam keadaan masak susu. Akibat serangan ini, buah padi menjadi hampa. Hama walang sangit dapat dikemdalikan dengan cara penanaman secara serempak sehingga dapat memutus mata rantai dari hama tersebut. Selain itu juga dapat meanfaatkan musuh alami yaitu Tabuhan hitam laba-laba dan dengan insektisida.
Wereng yang diamati terletak pada mikroskop karena ukurannya yang sangat kecil. Tipe metamorfosis dari wereng yaitu paurometabola. Tipe mulutnya haustelata dengan bentuk panjang yang beruas-ruas. Stadium hama merusak pada saat imago.
Wereng memiliki dua pasang sayap dimana sayap depan seperti mika terutama di pangkal sayap, sayap belakang seperti membran. Sayap depandengan tekstur yang seragam dimana ujung sayapnya sedikit tumpang tindih. Dari ciri-ciri yang ada maka walang sangit termasuk dalam ordo Homoptera
Lebah termasuk ordo Hymenoptera. Lebah tidak memiliki penonjolan klipeus, koksa-koksa depan adalah tranversal dan ruas metasoma yang terakhir tidak mempunyai daerah seperti piringan segi tiga. Tipe alat mulutnya penggigit pengunyah baik pada larva maupun imago, tapi lebah dewasa atau imago kadang menjilat madu pada bunga tanaman. (borror et al, 1991).
Ciri-ciri lebah antara lain mempunyai tiga pasang kaki. Selain itu memiliki sayap berjumlah dua pasang. Tubuh serangga ini agak padat dan juga ada penggentingan antara toraks dan abdomen. Dari ciri-ciri di atas diketahui bahwa serangga ini dimasukkan dalam ordo Hymenoptera.
Lebah tidak berperan sebagai hama bagi tanaman, namun sebagai serangga yang berperan membantu penyerbukan tanaman. Selain itu, lebah juga bermanfaat bagi manusia.

C. Tanda dan Gejala Serangan Hama
Serangga merupakan penyebab kerusakan terbesar pada tanaman. Hampir semua jenis hama termasuk di dalam kelas insecta.Gejala serangan yang ditimbulkan oleh belalang adalah sobekan besar pada daun yang dimulai dari tepi. Sobekan tersebut disebabkan oleh alat mulut dari belalang yang berupa mandibulata. Gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh alat mulut ini antara lain sobekan pada daun, seperti yang terjadi pada serangan belalang.
Burung emprit (Munia sp.) adalah hama dari filum aves. Burung emprit merupakan tipe burung poemakan biji-bijian. Bagian tanaman yang diserang oleh burung emprit adalha pada bagian bulir padi. Serangan dari burung emprit menyebabkan rendahnya hasil panen yang diterima petani. Penanggualangan hama burung emprit dilakukan secara mekanik dengan menggunakan orang-orangan sawah.
Gejala serangan yang menyerang pada buah belimbing diserang oleh lalat buah dari ordo diptera. Dacus sp. merupakan hama penyebab busuk buah yang banyak jenisnya, hama ini mengganggu buah-buahan seperti belimbing jambu, pepaya, nangka, dan lain sebagainya. Stadia perusak adalah stadia larva. Imago yang hinggap pada buah muda atau hampir masak meletakkan telurnya yang 2-3 hari kemudian akan menetas. Larva yang muncul akan masuk kedalam daging buah, buah yang terserang dari luar kelihatan sehat, tetapi bagian dalamnya kelihatan busuk dan rusak berat. Tanda dan gejala yang ditimbulkan akan tampak bintik berwarna coklat dan berlubang kecil. (Tjahjadi, 1998)
Pada tanaman pisang, hama penggulung daun yang akhirnya menyebabkan kekeringan pada daun adalah larva dari Erionata thrax L. Larva meiliki tipe mulut penggigit pengunyah (mandibulata). Larva meyerang dengan cara mengorok daun sehingga daun menggulung dan mengalami kekeringan dan pada akhirnya mati. Di dalam gulungan daun tersebut larva terseebut berkembang, makan, dan menjadi pupa. Pada akhirnya dari gulungan tersebut keluar imago dari hama tersebut.
Nematoda menyerang tanaman dengan cara menghisap cairan dari akar tanaman. Alat mulut yang digunakan berupa stilet. Akibat dari zat ekskresi yang dikeluarkan dari stilet ini maka menyebabkan pembengkakan pada akar yang pada akhirnya akan mematikan fungsi dari akar tersebut.
Tungau merupakan hama yang bentuknya sangat kecil tapi bila menyerang tanaman mempunyai dampak yang merugikan. gejala yang tampak pada tanaman jika tanaman tersebut terserang hewan ini adalah di sekitar garis tengah daun terdapat bercak kuning atau merah dan juga terdapat benang-benang putih yang berada di permukaan bawah daun. Dengan adanya bercak tersebut serta daun yang menguning tentunya akan mempenaruhi proses fotosintesis dan akan mempengaruhi hasil atau produksi tanaman. Tungau berperan sebagai hama pada stadi nymfa dan imago. Akibat dari serangan tungau ini adalah adanya peradangan, eksudasi dan pembentukan kopeng.
Tanaman padi merupakan tanaman yang paling banyak diserang oleh berbagai macam hama, di antaranya adalah tikus, walang sangit, sundep, beluk, wereng, dan sebagainya. Kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus adalah rusaknya batang sehingga tidak mampu menopang tubuh tanaman padi dan pada akhirnya roboh. Ciri serangan dari tikus ini adalah menyerang bagian tengah pada petak sawah, sedangkan bagian tepinya dibiarkan, sehingga bagian tengah petak sawah tampak gundul.
Walang sangit menyerang pada masa generatif. Bagian tanaman yang terserang adalah pada bulir padi yang masak susu. Hal tersebut menyebabkan bulr padi yang terserang walang sangit menjadi kosong dan tidak terisi. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara penanaman secara serentak pada satu musim tanam sehingga dapat memutus mata rantai dari hama tersebut. Hama beluk menyerang batang padi pada masa generatif dengan tanda adanya tusukan pada batang. Larva ini menyerang titik tumbuh sehingga pengisian bulir terhambat dan batang menjadi mudah dicabut. Sundep menyerang pada fase vegetatif,tanda dan gejalanya yaitu tanaman layu dan mengering.































DAFTAR PUSTAKA

Borror. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. UGM Press. Yogyakarta.
Kalie. 2002. Mengatasi Buah Rontok, Busuk dan Berkerut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudarmono. 2002. Pengenalan Serangga, Hama, Penyakit, dan Gulma Padi. Kanisius. Yogyakarta.
Soetiyono. 1998. Pengendalian Hama Sayuran Palawija. Kanisius. Yogyakarta.
Tjahjadi, Nur. 1998. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.
Winarno, P.G. Bettysri. 2003. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Posting ini telah dilihat sebanyak (kali)